Jakarta – Akhir-akhir ini salah satu hal yang banyak dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah menyelidiki dan mengambil tindakan hukum untuk kegiatan yang dituduhkan sebagai kartel. Kasus-kasus yang diangkat antara lain usaha pembibitan anak ayam Day Old Chick (DOC) dalam industri peternakan, tuduhan kartel impor bawang putih, tuduhan kartel angkutan pelayaran, tuduhan kartel garam, dan yang lain.

Industri yang sedang diangkat sebagai kasus oleh KPPU banyak tergolong industri yang highly regulated (industri yang diatur secara ketat oleh pemerintah). Prinsip dasar yang harus dipegang, untuk industri yang sifatnya regulated seharusnyalah KPPU menggunakan perannya yang lain yaitu melalui kebijakan “advokasi” atau saran dan rekomendasi, dan bukan penegakan hukum. Penegakan hukum oleh KPPU fokus pada pengawasan terhadap pelaku usaha yang kemungkinan menyalah gunakan posisi dominan di pasar untuk industri yang diserahkan pada mekanisme pasar. Tulisan ini menjelaskan logika yang melandasi prinsip-prinsip tersebut.

Kita pahami bahwa kartel merupakan salah satu pelanggaran yang sangat serius dalam konstelasi penegakan hukum persaingan usaha, sehingga wajar jika kartel memperoleh perhatian khusus dari KPPU. Namun demikian pengalaman di berbagai negara, bahwa pembuktian kartel adalah proses yang sangat tidak mudah, yang sangat memerlukan keahlian dan pengetahuan yang sangat khusus dan mendalam baik dari segi karakter industri maupun dalam proses hukum pembuktiannya.

Oleh karena itu pesan yang kita dapat dalam diskusi-diskusi ilmiah tentang aspek kartel dalam konteks hukum persaingan usaha di berbagai negara adalah harus ekstra hati-hati. Hal ini disebabkan proses yang tidak hati-hati dan salah akan menimbulkan dampak negatif yang sangat besar terhadap iklim bisnis dan investasi di suatu negara.

Tidak Bertentangan

Antara “kebijakan persaingan” dan “penegakan hukum persaingan” bukanlah dua konsep yang harus dipertentangkan antara satu dengan lainnya. Penegakan hukum persaingan adalah bagian dari kebijakan persaingan yang merupakan produk politik dari suatu negara.

Kajian dari berbagai literatur secara umum dapat disimpulkan bahwa pengertian dari “kebijakan persaingan” (competition policy) adalah seperangkat kebijakan publik untuk mendorong efisiensi alokasi sumber daya ekonomi melalui mekanisme pasar yang sehat. Ini menghendaki adanya pelaku usaha yang efisien guna menyediakan barang dan jasa yang diperlukan oleh masyarakat, baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Kondisi itu tidak dapat dicapai hanya dengan satu set kebijakan, tetapi memerlukan satu upaya yang terpadu.

Secara umum tujuan utama dari kebijakan persaingan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan mendorong persaingan yang sehat, mengawasi atau mengendalikan praktik-praktik bisnis yang membatasi persaingan. Pasar yang kompetitif akan mendorong harga-harga lebih rendah, ekonomi lebih efisien dan produktif, lebih banyak new entrance dan investasi, inovasi dan kreativitas, tersedia banyak pilihan barang dan jasa dengan kualitas yang lebih baik, akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Untuk mencapai kebijakan persaingan yang efektif ada dua perangkat yang seharusnya dijalankan secara harmoni. Yakni, kebijakan persaingan oleh regulator (pemerintah) dan undang-undang anti-monopoli oleh otoritas persaingan usaha, untuk kasus Indonesia oleh KPPU.

Antara regulator dan otoritas persaingan usaha (KPPU) seyogianya terdapat hubungan yang saling bersinergi. Pertama, untuk mendorong agar mekanisme pasar bisa berjalan maka regulator harus melakukan proses: deregulasi/debirokratisasi; kebijakan pasar yang lebih terbuka, adanya free entry dan free exit, transparansi. Kedua, ketika mekanisme pasar telah berjalan, maka otoritas persaingan usaha melakukan fungsi pengawasan (termasuk di dalamnya adalah penegakan hukum).

Ketika pasar terlalu banyak diintervensi dan diatur oleh regulator, maka sebenarnya peran otoritas persaingan usaha menjadi tidak optimal. Karena mekanisme pasar memang tidak terjadi. Karena itulah industri yang sifatnya regulated tidak bisa serta merta dilakukan penegakan hukum.

Contoh kasus tuduhan kartel DOC dalam industri peternakan ayam, jelas mulai dari hulu hingga hilir diatur secara ketat oleh pemerintah, sehingga menyisakan ruang yang sedikit dari kebebasan pasar. Jika terjadi aspek yang diduga bertentangan dengan hukum persaingan pasti tidak terlepas dari aturan atau regulasi atau kebijakan pemerintah. Sehingga tidak adil dilihat dari prinsip-prinsip keadilan dalam hukum jika kesalahan akibat regulasi pemerintah dibebankan kepada pelaku usaha, dan harus menanggung hukuman yang berat.

Penegakan hukum oleh otoritas persaingan usaha hanya bisa dilakukan ketika keterlibatan pemerintah dalam mengatur pasar tidak terlalu banyak. Yakni, ketika pelaku-pelaku usaha mulai menyalahgunakan posisi dominan (abuse of dominant position), kartel, dan bentuk-bentuk penguasaan pasar yang tidak sehat.

Fungsi Advokasi

Advokasi (competition advocacy) adalah kewenangan yang dimiliki oleh otoritas persaingan usaha (KPPU) untuk melakukan koordinasi, rekomendasi kepada regulator (pemerintah) untuk mendorong adanya kebijakan regulasi yang selaras dengan prinsip-prinsip persaingan sehat guna mencapai efisiensi ekonomi melalui bekerjanya mekanisme pasar yang sehat.

Dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat, KPPU memiliki kewenangan untuk memberikan saran pertimbangan kepada pemerintah. Kewenangan inilah yang seyogianya digunakan dengan sebaik-baiknya oleh KPPU ketika dia mempertimbangkan kemungkinan terjadi persaingan tidak sehat pada regulated industri, bukan langsung melalui penegakan hukum.

Pada industri yang regulated, jika terdapat kesalahan, maka kesalahan itu bukan semata-mata kemauan pelaku usaha tetapi banyak terjadi karena campur tangan pemerintah. Dalam hal ini memang sering kita jumpai bahwa pemerintah kurang tanggap kepada rekomendasi oleh KPPU. Saran dan pertimbangan kurang ditanggapi secara serius. Kita sangat berharap agar pemerintah mengubah mindset agar lebih responsif terhadap saran pertimbangan yang berasal dari KPPU.

Boleh jadi jika saran pertimbangan tidak digubris, KPPU bisa langsung menggunakan kewenangan dalam penegakan hukum dan bila ini terjadi maka yang dirugikan adalah pelaku usaha dan industri secara umum. Dan, anehnya seringkali pemerintah lepas tangan ketika pelaku usaha harus menghadapi masalah hukum, padahal masalah hukum itu bersumber dari regulasi atau kebijakan pemerintah.

Salah satu syarat agar KPPU dapat menjalankan fungsi advokasi dengan baik, harus dilengkapi dengan divisi yang secara khusus melakukan penelitian dan kajian di bidang ekonomi dan industri. Fungsi utama dari divisi ini adalah mempelajari secara mendalam industri yang menjadi perhatian, ditinjau dari segala aspek industri dikaitkan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat.

Konsekuensinya KPPU memang harus dilengkapi dengan tenaga ahli di bidang ekonomi dan industri, untuk sementara bisa bekerja sama dengan universitas atau outsourcing dari luar. Di luar itu harusnyalah KPPU membangun komunikasi dengan dunia usaha antara lain melalui asosiasi industri agar memperoleh pemahaman yang komprehensif atas industri tertentu.

Perlu kita ingatkan sekali lagi bahwa keberadaan otoritas persaingan usaha dalam hal ini KPPU sangatlah vital dalam ekonomi yang menganut pasar sebagai mekanisme untuk distribusi sumber daya ekonomi. KPPU kita harapkan dapat memastikan bahwa pelaku usaha telah berkompetisi secara fair. Untuk itu kompetensi, profesionalisme dan fairness dalam menjalankan tugasnya menjadi tantangan tersendiri bagi KPPU. (Sutrisno Iwantono Ketua/Anggota KPPU 2000-2005, Ketua Kebijakan Publik APINDO)

Berita ini dipublikasikan melalui DETIK NEWS, Tersedia di :

https://news.detik.com/kolom/d-4590149/kartel-kebijakan-persaingan-dan-penegakan-hukum