Jakarta, CNBC Indonesia – Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menetapkan tak ada bukti kartel dalam bisnis garam mendapat apresiasi pengusaha. Padahal, usulan investigasi kasus dugaan kartel garam ini berasal dari inisiatif KPPU, wasit persaingan usaha ini dianggap sudah objektif dalam mengambil keputusan, artinya ada pemisahan antara fungsi penuntutan dan fungsi hakim di KPPU.

Sidang KPPU, Senin (29/7) malam memutuskan tidak terjadi praktik kartel dalam perdagangan garam industri aneka pangan terhadap 7 pelaku usaha. KPPU berkesimpulan unsur memengaruhi harga tidak terpenuhi dalam kasus tersebut.

“Menimbang bahwa berdasarkan, penilaian, analisis dan kesimpulan serta melihat pasal 43 ayat 3 UU Nomor 5 tahun 1999, Majelis Komisi memutuskan menyatakan bahwa terlapor 1, terlapor 2, terlapor 3, terlapor 4, terlapor 5, terlapor 6, dsn terlapor 7 tidak terbukti melanggar pasal 11 UU Nomor 5 tahun 1999,” ucap Ketua Majelis Komisi Dinnie Melanie saat membacakan putusan perkara di ruang sidang KPPU, Jakarta. Dinnie Melanie didampingi dua anggota Majelis Komisi Yudi Hidayat dan Guntur Saragih.

“Menurut saya KPPU telah memutuskan secara adil dan bertindak profesional. Artinya kalau memang argumen dan alat bukti tidak kuat, maka mereka berani menyatakan Terlapor yaitu 7 perusahaan pengimpor garam tidak melanggar ketentuan kartel. Padahal perkara ini adalah inisiatif KPPU, dimana yang bertindak selaku Pelapor adalah investigator KPPU sendiri. Mudah-mudahan ini preseden baik, yaitu adanya pemisahan antara fungsi penuntutan dan fungsi Hakim,” kata Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono, Selasa (30/7).Adapun pasal 11 UU Nomor 5 tahun 1999 berbunyi bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk memengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Sutrisno yang merupakan mantan Ketua KPPU ini mengatakan ihwal dugaan pelanggaran adalah Pasal 11 dari Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan pasal yang bersifat “rule of reason“, bukan pasal “perse”. Artinya pembuktian dampak ekonomi diperlukan, yaitu apakah telah terjadi praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Karena itulah diperlukan bukti-bukti ekonomi yang kuat untuk membuktikan pelanggaran terhadap pasal itu.

Menurutnya industri garam merupakan salah satu industri yang sifatnya “regulated”, sangat diatur oleh ketentuan pemerintah. Industri yang sifatnya regulated menandakan bahwa mekanisme pasar tidak sepenuhnya berjalan, sebagai konsekuensi banyaknya campur tangan pemerintah. Dalam kasus garam bahwa impor itu diatur oleh pemerintah, yakni adanya pembagian quota bagi para importir.

Ia mengatakan pasokan garam di pasar tidak ditentukan oleh para terlapor, sehingga wajar jika KPPU menyatakan tidak ada unsur mempengaruhi harga oleh para terlapor, yakni dengan mengatur produksi dan pemasaran garam. Pasal 11 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 itu esensinya adalah mengatur atau mempengaruhi harga di pasar melalui pengaturan produksi dan atau pemasaran atas barang atau jasa oleh para pelaku usaha yang bersaing secara horisontal di pasar bersangkutan yang sama. Sehingga

Namun, Sutrisno menegaskan meski tak ada bukti soal perilaku kartel bagi pelaku bisnis garam, bukan berarti tak ada masalah pada bisnis ini. “Ya tidak berarti begitu. Yang jelas fluktuasi harga garam ini sangat tajam, dan problem sekarang adalah harga yang diterima petani terlalu rendah, karena berbagai faktor, misalnya karena kualitasnya rendah, gagal panen dan lainnya,” katanya.

Sutrisno bilang masalah-masalah di atas adalah domainnya pemerintah, bukan menjadi ruang lingkup pekerjaan KPPU. Namun, Sutrisno menggarisbawahi bila ditemukan ada persaingan yang tidak baik dan itu bersumber dari kebijakan pemerintah, maka KPPU masih memiliki fungsi untuk memberikan saran pertimbangan atas hal tersebut.

“Karena itulah KPPU menurut saya masih dapat menggunakan fungsi tersebut, rekomendasi saran pertimbangan kepada pemerintah. Dalam hal ini seyogyanyalah pemerintah merespon dengan baik hal tersebut dan dilakukan pembahasan yang mendalam sehingga dapat ditemukan jalan keluar yang menguntungkan masyarakat luas,” katanya.

Ia juga berharap agar KPPU juga memaksimalkan fungsi pencegahan. Menurutnya fungsi pencegahan sama pentingnya dengan penegakan hukum. Faktanya, saat ini di masyarakat belum sepenuhnya paham tentang aspek teknis undang-undang persaingan usaha. Banyak yang tidak mengerti tindakan apa yang boleh dan tindakan apa yang tergolong pelanggaran.

“Lebih baiklah kita mencegah orang untuk tidak berbuat jahat dari pada menangkapi penjahat yang jumlahnya mungkin tidak terbatas,” katanya.

Berita ini dipublikasikan melalui CNBC Indonesia, Tersedia di :

https://www.cnbcindonesia.com/news/20190730115212-4-88514/kartel-garam-tak-terbukti-pengusaha-apresiasi-kppu